Konsep Berpikir Kritis bukanlah penemuan modern, melainkan warisan filosofis yang telah berusia ribuan tahun. Akarnya tertanam kuat pada era Yunani Kuno, terutama melalui tokoh seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates, dengan metode elenchus atau dialektikanya, mengajarkan pentingnya mempertanyakan asumsi dan definisi diri. Tradisi ini menuntut kita untuk selalu mencari kebenaran yang mendasari, menolak dogma yang tidak teruji, dan memulai kronologi intelektual manusia.
Selama Abad Pertengahan, tradisi Berpikir Kritis ini diserap dan dikembangkan oleh para teolog dan filsuf Islam, serta dihidupkan kembali di Eropa melalui Renaisans dan Pencerahan. Tokoh seperti Rene Descartes menekankan perlunya keraguan sistematis, menetapkan dasar bagi metode ilmiah modern. Periode ini adalah waktu di mana otoritas tradisional mulai dipertanyakan secara terbuka, mendorong perkembangan ilmu pengetahuan, hak asasi manusia, dan lahirnya demokrasi.
Di Indonesia, semangat Berpikir Kritis memainkan peran kunci dalam kronologi perjuangan kemerdekaan. Tokoh-tokoh seperti Soekarno dan Hatta menggunakan kemampuan analisis untuk membongkar narasi kolonial dan merumuskan ideologi bangsa. Mereka tidak menerima status quo, melainkan menganalisis kondisi dunia dan geopolitik. Kemampuan untuk menganalisis peristiwa kunci dunia ini menjadi inspirasi utama bagi gerakan nasionalis untuk menentukan nasib bangsa secara mandiri.
Pada era modern, keterampilan Berpikir Kritis menjadi lebih esensial di tengah banjir informasi digital (infodemics). Kemampuan untuk menganalisis sumber, mendeteksi bias, dan memverifikasi fakta sangatlah penting. Kurikulum pendidikan di seluruh dunia, termasuk Indonesia, kini semakin menekankan pengembangan keterampilan ini sebagai kompetensi abad ke 21. Tujuannya adalah menciptakan masyarakat yang rasional, tahan terhadap hoaks, dan mampu mengambil keputusan berdasarkan bukti yang kuat.
Kesimpulannya, sejarah Berpikir Kritis adalah perjalanan panjang yang melintasi filsafat kuno hingga tantangan digital kontemporer. Baik dalam konteks kronologi dunia maupun peristiwa kunci di Indonesia, kemampuan menganalisis informasi telah menjadi motor perubahan dan kemajuan. Dengan terus mengasah kemampuan ini, kita tidak hanya menghormati warisan intelektual para pendahulu, tetapi juga mempersiapkan diri untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan cerdas di masa depan.