Mitos “Bisa Dipelajari Sendiri”: Bahaya Mengabaikan Kuliah Tatap Muka

Beberapa mahasiswa merasa bahwa materi perkuliahan bisa mereka kuasai secara mandiri melalui buku, internet, atau catatan teman, sehingga mereka merasa tidak perlu hadir di kelas. Fenomena ini, yang disebut “self-study” atau dipelajari sendiri, seringkali menjadi perangkap. Meskipun belajar mandiri itu baik, mengandalkan sepenuhnya pada metode ini adalah kesalahan fatal yang dapat menghambat pemahaman mendalam dan interaksi penting dalam proses belajar, sehingga kurang efektif.

Keyakinan bahwa materi bisa dipelajari sendiri sering muncul dari rasa terlalu percaya diri. Mahasiswa mungkin merasa cerdas atau memiliki kemampuan belajar cepat, sehingga menganggap kehadiran di kelas sebagai pemborosan waktu. Padahal, peran dosen tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga membimbing diskusi, memberikan perspektif berbeda, dan menjawab pertanyaan yang mungkin tidak ditemukan dalam buku, yang merupakan hal yang sangat penting.

Absensi kelas karena keyakinan bisa dipelajari sendiri dapat memicu kurangnya minat pada mata kuliah. Tanpa interaksi langsung dan penjelasan dari dosen, materi bisa terasa kering dan membosankan. Ini mirip dengan baterai EV yang mengalami degradasi; performa belajar menurun secara bertahap tanpa disadari, karena fondasi pemahaman yang kurang kokoh dan tanpa bimbingan langsung.

Selain itu, pekerjaan sampingan atau organisasi kampus seringkali menjadi alasan tambahan mengapa mahasiswa memilih untuk dipelajari sendiri. Mereka merasa terlalu sibuk untuk hadir di kelas. Namun, mengorbankan kehadiran kelas demi aktivitas lain, meskipun produktif, dapat menciptakan kesenjangan pengetahuan yang sulit diisi hanya dengan belajar mandiri, sehingga memicu masalah.

Interaksi di kelas, baik dengan dosen maupun teman, adalah bagian krusial dari proses belajar. Diskusi, studi kasus, dan proyek kelompok yang dilakukan secara langsung tidak dapat digantikan sepenuhnya oleh dipelajari sendiri. Dari interaksi ini, mahasiswa mendapatkan umpan balik, perspektif baru, dan kesempatan untuk menguji pemahaman mereka secara real-time, yang sangat berharga.

Tidak mengetahui pentingnya interaksi langsung ini adalah kesalahan fatal. Materi yang kompleks seringkali membutuhkan penjelasan berulang atau contoh kontekstual yang hanya bisa diberikan oleh pengajar yang berpengalaman. Jika ada penundaan dalam pemahaman, mengandalkan dipelajari sendiri mungkin tidak cukup untuk mengatasi kesulitan tersebut secara efektif dan efisien.

Bagi mahasiswa yang menghadapi masalah kesehatan fisik atau mental, mencoba untuk dipelajari sendiri bisa menjadi beban tambahan. Mereka mungkin merasa tidak memiliki energi untuk hadir di kelas, namun belajar mandiri juga membutuhkan disiplin dan konsentrasi tinggi yang mungkin sulit dipertahankan dalam kondisi tersebut, sehingga mereka akan mudah menyerah.